Sunday, July 17, 2011

Gang Bukake - 1

Awal tahun ini saya kedatangan teman dari kantor cabang yang datang dari sebuah pulau kecil belahan barat Indonesia, dia kepala perwakilan. Setelah rapat-rapat yang melelahkan, keesokan harinya, tepatnya pagi hari jam 09:00, dia menemuiku,
"Bud, gue suntuk banget nih (BT-birahi tinggi), gimana kalau kita jalan, lu khan tahu situasi Jakarta, sedangkan gue khan udah lama nggak di sini, tolong dong temenin gua!" kalimat pertamanya di pagi hari yang cerah ini (langit biru tak awan), setelah semalam Jakarta diguyur hujan habis-habisan.
"Ed, bukannya di tempat lu, lebih banyak" jawabku, soalnya dia tinggal satu hari lagi tinggal di Jakarta, karena pekerjaannya lebih cepat satu hari dari rencana.
"Iya sih, tapi di sana itu lagu baru penyanyi lama, dan lagian kebanyakan sisa orang singapore, yang 'kembali-botol' (isinya ditumpahin di Indonesia)" katanya sambil duduk, kepala di jatuhkan ke sandaran kursi, dan kaki diletakkan di atas mejaku.
"Ya sudah kalau gitu, tapi lu liat waktu dong ini khan working-hour, lagian kepagian, di sananya, juga lagi pada molor," jawabku, sambil shut-down computer.

Akhirnya kami berdua pergi, setelah dalam mobil,
"Ke mana kita?" tanyaku.
"Terserah, tempat mangkal lu aja!" jawabnya.
"Gua udah nggak ke tempat gituan lagi, Ed!" jawabku pura-pura bego.
"Ah, bilang aja lu takut ketahuan kartunya, ya sudah masuk tol dalam kota" gerutunya.
"Ke arah mana" tanyaku lagi.
"Tol Jagorawi" jawabnya, aku pikir wah jauh banget nih, bisa-bisa pulang malam, setelah ambil kartu di pintu tol jagorawi, tiba-tiba..

"Ambil kiri" untung, aku bersorak dalam hati, jadi nggak kejauhan, coba kalau ke puncak, bisa pulang besok, aku diam aja, biar dia yang ngasih tahu jalan, tak berapa lama sampai di ujung jalan tol.
"Kanan" katanya lagi, wah kacau nih bisa-bisa tempat mangkalku nih.
"Yah, kiri masuk" katanya, sampai deh, tuh khan bener ke mabes, tapi aku tetap mengekspresikan belum pernah kemari.

"Katanya sudah lama nggak tinggal di Jakarta, koq masih inget aja sih," gerutuku, sambil menutup pintu kodok.
"Yah kalau tempat ginian sih inget" jawabnya sambil senyum.
"Lagian kita kepagian Ed untuk ngamar" kataku.
"Enakkan kepagian belum bekas orang dan tenaga masih penuh!" jawabnya. Setelah kita masuk ke tempat itu, waktu sudah cukup siang buat orang kantoran, Edi ke resepsionis, tanpa membuka album, dia bicara agak lama dengan Mbak resepsionis, dan setelah itu..

"Bud, lu, gue pilihin, udah yuk masuk!" ajaknya. Dari daftar yang aku baca sepintas belum ada tamu yang datang, mungkin terlalu pagi. Aku ikutin Edi dari belakang, sementara room boy ikutin aku dari belakang, kiri REGULAR, kanan VIP, wah dia ke kanan. Setelah itu sebelah kiri VIP large room sebelah kanan VIP medium room, dia ke kiri. VIP large room ada dua, di kiri dan kanan, dia ke kiri, jadi aku akan ke kanan, tapi si Edi menoleh ke arahku dan..

"Bud, lu masuk ke kamar gue aja!" katanya, wah gang Bang nih. Setelah kita masuk kamar ke dua, tirai di tutupkan oleh room boy. Sebelumnya room boy menanyakan kita mau minum apa. Nggak berapa lama dia datang membawakan delapan botol air mineral 500 cc, gila bener sih Edi, mau ngisi radiator kali?

"Koq nggak sendiri-sendiri aja sih?" tanyaku, setelah room boy meninggalkan kamar.
"Udah deh" jawabnya singkat.
"Lu ada kelainan, kali yah?" tanyaku, nggak lama kedengaran tirai di buka, kita berdua tanpa diperintah menoleh berbarengan, dan ya ampun..
"Halo apa kabar" tanya mereka hampir berbarengan, semuanya ada enam orang! Semua gadis membawa handuk, hanya membawa satu sprei, dan satu sarung bantal, berbaris masuk satu persatu, nggak pakai nyalip, seperti formula satu yang dipimpin safety car, Mereka semua menggunakan seragam merah-maron dengan name-tag di dada kiri dengan ketinggian rok rata-rata lima jari di atas lutut, jadi kalau duduk bisa deh ngintip CD-ROM-nya. Aku satu aja udah nggak tahan apalagi kalau enam, Ellis, Via, Eva, Mira, Indah, dan Ine, udah gitu semuanya pernah sama aku (bahkan Ellis sudah nge-ganti oli-ku dua hari yang lalu), dan mereka adalah yang terbaik dengan kualifikasi mahir dan punya spesialisasi yang berbeda-beda.

"Halo Mas Budi" sapa Mira spesialisasinya vacuum-cleaner-like, labmay (labia mayor)-nya kecil dan dengan lorong vag yang sempit serta mempunyai daya hisap, mhh, serta lenguhan yang keras maklum muffler-nya untuk racing, dan bulu kemaluan tipis rapi, khan mirip vacuum clean, dengan measurement 26/45/150/34C (Age/Weight/Height/Cup) approx.
"Lho Bud, lu sering kemari, nggak mungkin dia sampai kenal namamu," protes Edi.
"Nggak sering, cuma pernah," elakku.
"Pantes lu nyetirnya koq di sebelah kanan terus," aku nyengir aja.
"Iya sudah, ini mau di apain," tanya Eva spesialisasi-nya sucker, bentuk bibir agak tebal dan agak monyong dikit, dan badan agak pendek, spec-id 25/48/147/36D (?), pendekar yah (pendek dan kekar).
"Dienakin" jawab Edi, satu kata tapi Standard Operational Procedure-nya banyak!
"Ya sudah cepetan buka baju," jawab Ellis, 27/53/160/34D (proporsional yah?/my favourite-girl), the natural-bush-girl, bulu ketiak dan kemaluannya paling tebal, but brownlight-asshole with hairless.

Edi langsung buka baju, aku nggak, tetap duduk di single-sofa yang cuman satu-satunya yang ada di ruang itu, kemudian diikuti oleh ke enam gadis? (habis dibilang perawan bukan, dibilang nyonya nggak punya suami).
"Koq nggak ikut buka, Mas Budi" tanya Ine, sambil melepas bra, si judes, 24/50/165/36D, tapi kalau lagi "tugas" ehm, penuh dedikasi, the slaver, dia sepertinya/pura-pura kesulitan membuka bra-nya, dia ke arahku dan kubantu melepaskan bra-nya; tertulis Triump Nina Capiona; 118-272/Col.04 Size 75 Cup MA 90L001 Gladys MNT 80% Polyester 10 Nylon 10% Spandex (hapal yah, maklum habis tambah RAM jadi 256MB).
"Nggak ah, nanti aja" jawabku.
"Mas Budi sama saya dulu yuk," ajak Indah, 25/50/150/36C, si-toge-pasar (TOketGEdePAntatbeSAR), matanya bulat, bongkahan pantatnya pun bulat, ehm, ngelus pantatnyanya aja enak lho.
"Bud, lu mau sama Indah," tanya Edi.
"Nggak, gue entar aja," jawabku, dari tadi kuperhatikan Via diam aja dekat tirai, si younger & small-silent-girl, 18/43/145/32A, ih kecil yah, kutilangdarat (KUrusTInggiLANGsingDAdaRATa), dengan ruang bakarnya (liang vagina) termasuk cc kecil, nggak usah nekan dalem-dalem udah mentok sama cylinder cover alias mulut rahimnya.

"Ayo semua ke kamar mandi," kata Edi, di dalam kamar VIP ada kamar mandi dengan luas setengah kamar tidur, cukup deh, untuk bertujuh, aku nggak ikut, tetap di kamar sambil minum air mineral yang tersedia.
Tidak berapa lama keluar semuanya, setelah cuci satu piston dan enam cylinder liner. Edi memberikan pengarahan kepada ke enam gadis untuk duduk di pinggir tempat tidur dengan ukuran nomor dua agar mereka mengangkat dan melipat kaki serta dibuka lebar jadi seperti huruf "M", karena nggak cukup, dua gadis berada di sisi bagian kaki. Jadi deh, parade Small Main Board with MMX (istilahku di kantor untuk punya wanita).

"Bud, bener nih, nggak mau ikutan, ya sudah aku duluan yah," tawar Edi.
"Ya, udah terusin aja," jawabku, dia mulai jongkok dan menjilati satu persatu dengan rakusnya, ada yang mendesis, ada yang merapatkan kedua pahanya sehingga si Edi nggak bisa nafas, ada yang langsung terlentang, nggak kuat nahan enak kali. Si Via hampir nggak bergerak badannya tetapi kelopak matanya tak sanggup menahan beratnya bulu mata, sehingga terkadang agak tertutup dan terbuka lagi yang jelas bukan ngantuk.

"Udah ah geli," jawab Ellis yang sedang dihisap klitorisnya, awal bulan Jan 2001 dia termasuk top scrorer mencapai 7 orang satu hari, bahkan ada yang mendapatkan waktu hanya 5 menit, itupun berdua secara bergantian dalam satu kamar, karena mereka nyerobot antrian orang, yang pesan "dikamarin" dulu, demi dua orang tersebut, gila!, yang pesan diberi waktu paling lama 30 menit maklum habis libur panjang jadi permintaan banyak (walau demikian 5 menit sama 30 menit bayarnya sama, asal "keluar" bayar, jadi bukan fastfood/taxi, bayar dulu baru keluar), kembali ke cerita, akhirnya Edi tidur terlentang dan dikelilingi ke enam gadis.

Eva jilatin pistonnya dari samping kiri, Indah dari samping kanan jilatin bijinya, Ellis puting kiri kadang hingga leher dan ketiak, sedangkan di bagian kanan Ine. Mira nangkring menghadap tembok dengan tangan berpegangan bagian kepala tempat tidur, dengan vaginanya jatuh tepat di bagian hidung dan mulutnya Edi, ke dua tangan Edi menahan bongkahan pantatnya Mira, yang kalau enak, suka lupa nahan berat tubuhnya sehingga Edi sulit untuk bernafas, nampaknya Via bingung akan menyerang bagian mana. Edi melirik dari balik pantat Mira secara bergantian ke arah via dan aku.

"Bud tolong Via di fdisk dulu, ntar gua yang format," katanya, kayak seorang bos memerintah bawahannya.
"Oke bos" jawabku, kupangku Via, dan kududukkan di atas kemaluanku (aku masih berpakaian lengkap) dan dia bersandar di dadaku dengan MMX-nya mengarah ke Edi, kakinya masing-masing bersandar di ujung lututku, dan kubuka agak lebar, setelah itu tanganku melakukan pijatan lembut di klitnya yang lumayan besar untuk ukuran bentuk tubuhnya yang kecil, dia tidak mengeluarkan desis (pendiam, kali) tetapi lama kelamaan kemaluanku terasa digoyang oleh belahan pantatnya, semakin lama tumpuannya bukan pada kemaluanku lagi tetapi pada lututku, dan tangannya berpegangan pada pegangan kursi, tak berapa lama jariku merasakan lendir membasahi labia minor, sesuai pesan Bos tadi, aku ratakan lendirnya ke semua labia mayor.

"Gimana Bud, udah" tanya Edi, tahu aja dia, mungkin dia monitoring dari balik pantat Mira.
"Sip" jawabku.
"Eva, tolong sudahan dulu ya ngisapnya, gantian sama Via" rayu Edi.
Tak berapa lama Via naik ke tempat tidur.
"Aku pakai karet nggak?" tanya Edi wajahnya menghadap ke Via, dalam hatiku Edi tolol banget sih, dimana-mana gadisnya yang nawarin, mungkin udah konak jadi agak idiot. Via-nya geleng-geleng.

Bersambung . . . . .

No comments:

Post a Comment